Kelulusanpun tiba, dan mimpiku terputus. Ambisi untuk menjadi seorang Arsitek sudah pupus dan kini harus menjalani sebagai seseorang yang akan menjadi Teknisi di Industri. Sedangkan Ham, mimpinya berlanjut. Ia berkuliah di Yogyakarta di sebuah universitas swasta. Aku senang, dia bisa meraih mimpinya walau kini tak ada kesamaan lagi dari diri kami.
Beberapa tahun terlewati, kini Aku berhasil menjadi salah satu pekerja di Industri yang berada di Cilegon dengan gaji yang lumayan untuk menghidupiku dan menafkahi Ibuku. Sudah satu tahun Aku habiskan untuk berkerja disana, dan kini sedang menikmati waktu libur karena Industri tempatku bekerja sedang Shutdown. Aku menghabiskan waktuku untuk pulang kerumah menemani Ibuku, lalu kembali ke kos setelah beberapa hari di sana. Pada saat itu, Aku berencana pergi ke Jakarta untuk mengunjungi teman SMA-ku untuk bermain-main walau sekedar mengelilingin kota Jakarta.
Namun sesuatu terjadi yang membuatku mengingat masa-masa sekolah dulu. Saat itu, Aku meminta temanku Fin untuk membawaku kesalah satu Art Space yang ada di Jakarta untuk sekedar menikmati indahnya sebuah seni yang diciptakan oleh Manusia dan untuk menyegarkan mataku juga. Hal yang mengejutkannya adalah, Aku bertemu dengan Ham, si pemuda dan sempat membuatku jatuh cinta tiga tahun lamanya.
Aku sedikit tertawa, Aku mengenalnya dia juga mengenalku namun bukankah tidak ada alasan untuk Kami saling menyapa? atau sekedar bertanya kabar?. Aku yang pada saat itu sendiri karena Fin tiba-tiba pulang untuk menjemput adiknya yang masih bersekolah pun bingung harus bagaimana. Bahkan ketika kedua mata kami bertemu, Aku hanya mematung, lalu tersenyum seperti orang bodoh dan tanpa sadar aku mengangkat tangan kananku lalu melambaikannya pada pemuda itu. Sungguh bodoh.
Tanpa ekspektasi yang tinggi, Ham membalas senyuman dan lambaian tanganku lalu dengan perlahan mendekat kearahku. Kabar Jantungku saat itu? benar-benar hampir meledak. Sosoknya kini tak banyak berubah, namun terlihat sedikit gagah dan berisi dibanding saat terakhir kali Aku melihatnya.
"Hai, Pin?"
Pin, sebut saja Aku Pin.
Dua kata itu, membuat bulu kudukku terkaget-kaget. Ham masih mengingatku, padahal Kami tidakpernah berinteraksi sekalipun. Dan balasan "Hei, Ham" adalah yang paling tepat. Dia tersenyum, lalu bertanya kabarku yang tentu saja kujawab baik-baik saja. Dari situ, Aku mulai bersikap biasa lalu kami sedikit berbincang tentang apa yang kami lakukan saat ini sembari berkeliling melihat-lihat karya seni seniman ternama disana. Hingga berakhir setelah beberapa menit saja, ketika Ham mendapat panggilan di ponselnya yang mengharuskannya pergi. Dan kalimat "Sampai ketemu lagi," terucap dibibirnya yang membuat harapanku padanya kembali muncul.
Aku tak henti-hentinya tersenyum bahkan ketika sampai di Apartemen temanku yang berada di Cibinong. Bahagia adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanku hari itu. Bahkan Ham tak henti-hentinya membuatku tersenyum ketika Ia mengikuti kembali akun Instagramku padahal aku sudah mengikuti akunnya selama empat tahun lamanya. Setidaknya, empat tahun aku mengikuti akunnya tidak sia-sia walau baru mendapatkan hasilnya pada saat itu.
- T o B e C o n t i n u e -
Komentar
Posting Komentar